Kehidupan modern yang serba cepat dan sering kali penuh ketidakpastian membuat banyak dari kita mencari ‘pegangan’ untuk menghadapi sederet permasalahan hidup. Stoikisme, sebagai aliran filsafat yang mengajarkan ketenangan dan penerimaan, bisa menjadi salah satu pendekatan yang tepat untuk kita adopsi.
Jika dipikirkan, masalah itu banyak sekali. Mulai dari masalah pekerjaan, finansial, hingga konflik dalam hubungan pribadi, rasanya masalah itu tidak ada batas dan tidak pernah gagal untuk mendapat ruang di kehidupan kita.
Alhasil, banyak dari kita yang terus berusaha menemukan berbagai cara hanya untuk merasa baik dan bisa bertahan hidup. Kita bisa berusaha mencari dukungan emosional dari teman atau keluarga terdekat, mencoba hobi baru, ikut kegiatan positif, atau bahkan mulai belajar lebih terkait kesehatan mental.
Namun, seorang biksu Buddha bijaksana pernah mengatakan: “There is nothing in this world that can hurt you as much as your thoughts, and there is nothing in this world that can heak you as much as your thoughts”, yang berarti, pikiran kita bisa menjadi antara sumber rasa sakit atau sumber penyembuhan.
Pikiran dapat menjadi teman terbaik atau musuh terburuk kita. Sebagai manusia, kita dilahirkan dengan perangkat yang luar biasa di dalam kepala: otak. Tempat ‘penyimpanan’ pikiran kita tadi. Otak merupakan organ yang sangat kuat, mampu menciptakan lebih banyak koneksi antara neuron-neuron daripada jumlah atom di seluruh alam semesta.
Namun, masalahnya adalah, tidak ada manusia yang dilahirkan dengan buku petunjuk maupun panduan utama untuk mengontrol atau mengendalikan otak. Kita semua terjabak dalam kehidupan tanpa tau cara tepat untuk mengendalikan organ ini. That’s why, saya selalu mengatakan bahwa Feed Our Mind Properly. That’s also why, saya membawa topik filsafat Stoikisme di tulisan ini.
“Beri makan” pikiran kita dengan “makanan” yang tepat. Yakni, pengetahuan, pengetahuan, dan pengetahuan, termasuk filsafat. Banyak sekali topik filsafat yang dapat membantu kita untuk melihat hidup di sisi lebih positif dan menghadapi masalah hidup dengan lebih baik.
Salah satu aliran filsafat yang kiranya semakin populer dan juga telah saya singgung tadi adalah Stoikisme, sebuah aliran filsafat yang memang ‘kuno’ dan telah ada sejak ribuan tahun lalu, tapi justru semakin sering digaungkan saat ini.
Lantas, apa sih sebenarnya aliran filsafat stoikisme itu? Well, if that’s your question then make sure to keep up with this article. Dalam artikel ini, ayo kenalan dengan aliran filsafat Stoikisme. Kita selami lebih dalam, ketahui prinsip-prinsipnya, dan pada akhirnya mampu mengimplementasikan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Apa itu Stoikisme?
Stoikisme berasal dari Yunani kuno, dibawa pertama kali oleh filsuf Yunani bernama Zeno dari Citium pada abad ke-3 SM. Aliran filsafat Stoikisme pada dasarnya mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati ditemukan dalam pengendalian diri/pikiran dan penerimaan terhadap hal-hal di luar kendali kita.
Stoikisme mengajarkan manusia untuk menghadapi tantangan hidup dengan ketenangan dan keberanian, menjadikan diri lebih resilient di tengah kesulitan. Tokoh-tokoh Stoik paling terkenal layaknya Marcus Aurelius, Seneca, dan Epictetus masih memiliki ajaran yang sangat relevan hingga kini.
Prinsip-Prinsip Dasar Stoikisme
Stoikisme itu sangat luas dan kaya dengan berbagai prinsip yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dalam artikel ini, kita akan fokus pada 3 prinsip Stoikisme yang paling terkenal dan berguna untuk hidup lebih baik, lebih intens, dan manusiawi. Berikut, penjelasannya:
Hidup Sesuai dengan Alam
Inti ajaran Stoikisme yang sampaikan oleh si pendiri Zeno dari Citium adalah gagasan bahwa hidup yang baik berasal dari “hidup selaras dengan alam”. Dalam pandangan Zeno, kehidupan yang seimbang dan harmonis (euroia biou) adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan.
“Hidup selaras dengan alam” dalam Stoikisme berarti menerima realitas dan menjalani kehidupan dengan cara yang harmonis dengan hukum alam. Prinsip ini mencakup penerimaan terhadap hal-hal yang tidak bisa kita kontrol dan fokus pada tindakan yang baik.
Contohnya, saat menghadapi kesulitan seperti kehilangan pekerjaan, kita bisa beradaptasi dengan mencari peluang baru daripada larut dalam perasaan putus asa. Menghabiskan waktu di alam, seperti berjalan di taman, pun, akan membantu kita terhubung dengan lingkungan dan mengingatkan bahwa kita hanyalah bagiankecil dari ‘ekosistem’ yang lebih besar.
Dikotomi Kendali
Dikotomi kendali adalah salah satu prinsip kunci dalam Stoikisme yang mengajarkan kita untuk membedakan antara hal-hal yang bisa kita kendalikan dan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan.
Dalam hidup, banyak situasi yang dihadapi di luar kendali kita, seperti cuaca, pendapat orang lain, atau peristiwa yang tidak terduga. Namun, kita memiliki kontrol penuh atas pikiran, reaksi, dan tindakan kita sendiri.
Maka dari itu, Stoikisme mengajarkan kita untuk lebih fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, seperti cara kita merespons situasi atau bagaimana kita merencanakan suatu tujuan.
Misalnya, jika kita menghadapi ujian, kita tidak dapat mengontrol pertanyaan yang akan muncul, kita juga tidak dapat mengontrol penuh proses yang akan terjadi, tetapi kita dapat mengontrol seberapa banyak waktu yang kita habiskan untuk belajar dan mempersiapkan diri.
Dengan lebih merelakan hal-hal yang di luar kendali, Stoikisme berpendapat bahwa manusia akan dapat mengalihkan energi ke area yang memberi dampak positif pada kehidupan, sehingga secara natural akan meningkatkan ketenangan batin dan kebahagiaan.
Apatheia
Apatheia adalah salah satu konsep utama dari filsafat Stoikisme yang merujuk pada keadaan batin yang bebas dari emosi negatif, seperti ketakutan, kecemasan, kemarahan, atau kesedihan yang berlebihan.
Bagi kaum Stoik, apatheia adalah kondisi ketenangan dan kedamaian batin yang dicapai ketika seseorang tidak lagi terpengaruh oleh hasrat atau emosi yang tidak rasional.
Apatheia bukan berarti tidak memiliki perasaan sama sekali, tetapi lebih tentang menjaga keseimbangan dan ketenangan emosional. Konsepini menekankan bahwa kita harus tetap rasional dan tidak membiarkan emosi menguasai tindakan atau pikiran kita.
Misalnya, ketika kita menghadapi kritik, alih-alih bereaksi dengan kemarahan atau defensif, kita bisa merenungkan kritik tersebut dengan tenang dan mengambil pelajaran yang bermanfaat. Dengan cara ini, kita dapat menjaga ketenangan batin dan tidak membiarkan emosi negatif memengaruhi kualitas hidup.
Relevansi Stoikisme di Era Modern
Stoikisme semakin populer di era modern karena menawarkan filosofi praktis yang membantu menjaga ketenangan batin dan pikiran. Filosofi ini juga membantu individu tetap fokus di tengah distraksi dan tekanan sehari-hari.
Konsep seperti dikotomi kendali dan apatheia membuat kita mampu untuk membedakan antara hal-hal yang bisa dan tidak bisa kita kendalikan. Selain itu, konsep ini juga membantu kita mengelola emosi negatif dalam situasi sulit.
Misalnya, ketika menghadapi stres akibat beban pekerjaan yang berlebihan, prinsip Stoikisme dapat membantu kita tetap tenang dan berpikir jernih. Dengan fokus pada tindakan yang dapat kita kendalikan, seperti cara kita merespons stres, kita dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan produktivitas.
Tokoh-tokoh modern pun, termasuk penulis seperti Ryan Holiday, telah mengadopsi dan mempopulerkan Stoikisme melalui buku-bukunya. Holiday telah menulis beberapa buku tentang Stoikisme, seperti “The Daily Stoic” dan “Ego is the Enemy”.
Holiday juga menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip Stoikisme dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai ketenangan hidup. Selain itu, buku “Filosofi Teras” karya Henry Manampiring juga mengadaptasi ajaran Stoikisme untuk membantu generasi muda menghadapi tuntutan kehidupan modern.
Kesimpulan
Pada akhirnya, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ajaran dari aliran filsafat Stoikisme menawarkan pandangan hidup yang lebih rasional dan menenangkan. Aliran ini pada dasarnya menekankan pengendalian diri/emosi dan penerimaan terhadap apa yang berada di luar kendali kita,
Stoikisme mengajak kita untuk fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan (layaknya pikiran, reaksi, dan tindakan), dan merelakan banyak hal-hal di luar kendali. Stoikisme pun mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada dunia luar, tetapi pada cara berpikir serta ketenangan batin.
Di era modern di mana distraksi dan tekanan terus menghimpit pun, ajaran ini tetap relevan dan cocok untuk diadopsi. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Stoikisme, kita bisa menciptakan keseimbangan, menerima keadaan, dan menjalani hidup yang lebih bermakna.
Untuk mendalami lebih lanjut, cobalah membaca buku ringan seperti The Daily Stoic atau Filosofi Teras seperti yang sudah disinggung sebelumnya. Kedua buku ini mampu memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana Stoikisme dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kamu juga bisa ikut submit pemahaman tentang buku tertentu ke Lingkaran Baca & Tulis Filsastra. Keep reading, keep thinking, keep understanding!